Perkembangan perekonomian dunia yang terus memburuk dan belum munculnya
tanda-tanda akan segera berakhirnya krisis global menyebabkan prospek
perekonomian Indonesia ke depan masih diliputi oleh nuansa
ketidakpastian yang tinggi.
Dampak krisis dipastikan akan memberikan tekanan yang cukup signifikan,
tidak saja pada perekonomian domestik jangka pendek, namun juga akan
mempengaruhi lintasan variabel-variabel kunci ekonomi makro dalam jangka
menengah. Meskipun diperkirakan akan mengalami tekanan yang cukup kuat
pada tahun 2009, namun dalam jangka menengah perekonomian diperkirakan
akan tetap bergerak dalam lintasan pertumbuhan ekonomi yang makin tinggi
dengan laju inflasi yang tetap terkendali. Permintaan domestik
diperkirakan akan tetap menjadi kekuatan utama pertumbuhan
ekonomi, sementara kinerja ekspor juga akan kembali mengalami penguatan
sejalan dengan mulai bangkitnya perekonomian global pada tahun 2010.
Penguatan sisi permintaan domestik ini mampu diimbangi dengan
meningkatnya daya dukung kapasitas perekonomian, sehingga mampu
menjaga kecukupan di sisi produksi. Terjaganya keseimbangan antara sisi
permintaan dan penawaran inilah yang merupakan salah satu faktor utama
yang menyebabkan perekonomian mampu terus tumbuh tanpa harus
mengorbankan stabilitas harga. Meskipun demikian, tekanan yang cukup
kuat pada perekonomian dalam jangka pendek menyebabkan pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang akan cenderung terhambat, sehingga secara
umum proyeksi perekonomian ini mengalami penyesuaian ke
bawah dibandingkan proyeksi sebelumnya (Tabel 4.5 dan 4.6).
Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Prospek perekonomian global masih diliputi dengan ketidakpastian. Di
tengah upaya penyelamatan ekonomi yang saat ini sedang berlangsung di
berbagai negara, antara lain AS dengan paket stimulus fiskal senilai
USD838 miliar, kondisi perekonomian global masih terus memburuk. Dengan
perkembangan tersebut,
pertumbuhan ekonomi dunia pada 2009 diperkirakan mengalami perlambatan
menjadi 0,5% dari 3,4% pada tahun 2008. Perlambatan pertumbuhan ekonomi
dunia tersebut menyebabkan pertumbuhan volume perdagangan dunia
mengalami kontraksi hingga 2,8%.
Prospek pertumbuhan ekonomi global dalam jangka menengah selanjutnya
akan sangat ditentukan oleh keberhasilan upaya pemulihan ekonomi dalam
jangka pendek ini. Apabila paket stimulus fiskal dapat berjalan mulus
dan langkahlangkah penyelamatan perbankan di berbagai negara, khususnya
di negara G-7, berhasil memulihkan stabilitas di pasar keuangan,
maka beberapa lembaga dunia seperti IMF dan World
Bank memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan mulai mengalami perbaikan di akhir 2009.
Akselerasi pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan mulai terjadi
pada 2010 dan selanjutnya akan semakin kuat pada 2011 (Tabel 4.1).
Asesmen Bank Indonesia 2 terhadap perkiraan pertumbuhan 3 (tiga) negara
utama dunia, yakni AS, negara kawasan Euro, dan Jepang, memperkuat
perkiraan yang dihasilkan lembagalembaga dunia di atas. Pertumbuhan PDB
riil AS (yo-y) pada triwulan I-2009 diperkirakan sebesar -1,9%, triwulan
II sebesar -2,5%, triwulan III sebesar -2,1% dan triwulan IV sebesar
-0,2%, sehingga pertumbuhan sepanjang tahun 2009 diperkirakan akan
sebesar -1,6%. Setelah tahun 2009 Amerika Serikat akan tumbuh positif
2,0% pada 2010 dan selanjutnya 2,7% pada 2011. Untuk kawasan
Euro, pertumbuhan PDB riil (y-o-y) sepanjang tiga triwulan pertama 2009
juga negatif yaitu masing-masing -2,0%, -1,9% dan -1,3%. Pada triwulan
IV tahun 2009, kawasan Euro diperkirakan sudah pulih dengan laju
pertumbuhan ekonomi sebesar 0,1%.
Secara tahunan, pertumbuhan 2009 diprakirakan masih negatif -1,2% untuk
kemudian kembali pulih ke tingkat 2,3% pada tahun 2010 dan 2,6%
pada tahun 2011. Untuk Jepang, pertumbuhan PDB riil (y-o-y) pada
triwulan I √ 2009 diperkirakan akan sangat terkontraksi (-3,8%) sebelum
menjadi -2,8% pada triwulan II, dan -2,2% di triwulan III,
untuk kemudian kembali positif sebesar 0,2% pada triwulan terakhir 2009.
Pada tahun 2009 secara keseluruhan ekonomi Jepang tumbuh negatif -2,2%
untuk kemudian naik 2,0% tahun 2010 dan 3,2% pada 2011. Berpijak pada
perkiraanperkiraan di atas, lintasan pemulihan ekonomi (recovery path)
dunia, yang dimotori oleh negaranegara maju, secara kuartalan
diperkirakan akan
mengikuti pola ≈U-shapeΔ, namun secara tahunan akan cenderung ≈V-shapeΔ.
Data perkembangan Produk Domestik Bruto ditinjau dari sisi penggunaan dalam kurun
waktu 10 tahun terakhir digunakan sebagai data dasar untuk menganalisis ketahanan ekonomi
Indonesia terhadap gejolak atau krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 2008 dan yang
berpotensi untuk terjadi kembali pada akhir 2011 atau awal 2012 sehubungan dengan
memburuknya krisis utang di 5 negara Eropa (Portugal, Italia, Irlandia, Yunani dan Spanyol)
serta belum pulihnya krisis ekonomi AS.
1. Tabel berikut ini menunjukkan perkembangan PDB menurut jenis penggunaan dalam waktu
10 tahun terakhir (dalam Rp triliun).
2. Tabel diatas menjelaskan bahwa:
a) Dalam 10 tahun terakhir ditinjau dari sisi penggunaan, kontributor terbesar terhadap PDB
Indonesia adalah Konsumsi Rumah Tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto
yang tumbuh secara signifikan diikuti oleh Konsumsi Pemerintah pada urutan ketiga.
Sedangkan perdagangan internasional secara netto yaitu Ekspor dikurangi Impor
selama 10 tahun terakhir ini kontribusinya terhadap PDB cukup kecil.
b) Pembentukan Modal Tetap Bruto meningkat cukup signifikan. Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) adalah pengeluaran untuk barang modal yang mempunyai umur
pemakaian lebih dari satu tahun dan tidak merupakan barang konsumsi. PMTB
mencakup bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, bangunan lain seperti
infrastruktur jalan, pelabuhan dan bandara, serta mesin dan peralatan. Pengeluaran
barang modal untuk keperluan militer tidak dicakup dalam rincian ini tetapi digolongkan
sebagai konsumsi pemerintah. Tingginya laju peningkatan kontribusi PMTB menunjukkan
bahwa kontribusi investasi mulai mengejar secara perlahan kontribusi konsumsi rumah
tangga terhadap PDB.
c) Besarnya kontribusi Konsumsi Rumah Tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto
serta Konsumsi Pemerintah dan kecilnya kontribusi netto perdagangan internasional
(Ekspor dikurangi Impor) menunjukan bahwa kekuatan perekonomian Indonesia
sesungguhnya terletak pada kekuatan pasar domestik dan kurang/tidak tergantung pada
pasar ekspor. Kondisi ini pula yang menyebabkan perekonomian Indonesia
relatif lebih tahan terhadap krisis yang terjadi pada tahun 2008 dan
juga terhadap potensi krisis yang
mungkin akan terjadi pada akhir 2011 atau awal 2012 di Zona Euro dan Amerika Serikat.
3. Tabel berikut ini menunjukkan kontribusi (dalam %) dari setiap sisi penggunaan terhadap
PDB dalam 10 tahun terakhir.
a) Dari tabel ini terlihat dengan jelas kecenderungan semakin menurunnya kontribusi
Konsumsi Rumah Tangga dari 70,6% terhadap PDB pada tahun 2002 menjadi
56,7% terhadap PDB pada tahun 2010. Dengan kecenderungan penurunan kontribusi
Konsumsi Rumah Tangga ini maka pernyataan para pengamat yang mengatakan
bahwa ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi pada dasarnya sudah tidak
tepat.
b) Tabel ini juga menunjukkan bahwa Pembentukan Modal Tetap Bruto secara
konsisten mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu meningkat dari
20,2% dari PDB pada tahun 2002 menjadi 32,2% dari PDB pada tahun 2010.
Kecenderungan ini menunjukkan perkembangan yang sangat positif karena pendapatan
(termasuk saving) digunakan untuk investasi barang modal yang pada gilirannya akan
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang. Kita harus ingat
bahwa tidak ada pertumbuhan tanpa investasi.
c) Kontribusi perdagangan internasional secara netto (Ekspor dikurangi Impor)
cenderung mengalami penurunan dari 8,5% dari PDB pada tahun 2001 menjadi
1,6% dari PDB pada tahun 2010. Meskipun nilai ekspor pada tahun 2010 mencapai Rp
1.580,0 trilyun (atau 24,6% dari PDB), namun nilai impor juga cukup besar mencapai Rp.
1.475,8 trilyun (atau 23,0% dari PDB). Beberapa hal yang perlu dicermati terkait ekspor
dan impor ini antara lain:
- Kecenderungan ini menunjukkan adanya sisi positif dan sisi negatif.
Sisi positifnya mengindikasikan bahwa PDB Indonesia bertumpu pada
kekuatan ekonomi domestik, namun sisi negatifnya kalau kecenderungan
penurunan kontribusi surplus perdagangan ini terus menurun bahkan bisa
sampai negatif atau mengakibatkan defisit neraca perdagangan, maka hal
ini perlu diwaspadai agar tidak terjadi banjir produk impor yang akan
merugikan produk domestik.
- Namun berdasarkan pengalaman selama ini ketika ekspor mengalami
peningkatan maka impor juga mengalami peningkatan sebaliknya ketika
ekspor mengalami penurunan maka impor juga mengalami penurunan, sehingga
kecenderungan penurunan ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena
untuk pembiayaan impor diperlukan devisa yang antara lain diperoleh dari
hasil ekspor. Untuk meningkatkan surplus neraca perdagangan, maka perlu
ditingkatkan kebijakan bauran pengurangan impor (strategi subsitusi
impor) dan peningkatan ekspor (strategi orientasi ekspor), termasuk
mengurangi dan mengganti ekspor komoditas/bahan mentah dengan
ekspor produk yang telah diolah, sehingga meningkatkan nilai tambah bagi
perekonomian nasional.
- Semakin mengecilnya netto perdagangan luar negeri sejalan dengan
peningkatan investasi (PMTB) pada dasarnya bukanlah merupakan hal yang
negatif karena investasi barang modal yang kita lakukan sebagian memang
memerlukan barang modal yang diimpor terutama barang modal untuk
industri manufaktur dan industri pengolahan.
4. Mengantisipasi potensi krisis yang mungkin kembali terjadi dan berdasarkan data
perkembangan perekonomian Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dapat
disimpulkan dan disarankan hal-hal sebagai berikut:
a) Kekuatan perekonomian Indonesia pada dasarnya terletak pada kekuatan ekonomi
domestik sehingga lebih tahan terhadap krisis ekonomi global.
b) Pemerintah selama 7 tahun terakhir sudah menjalankan kebijakan fiskal yang sangat
disiplin sehingga dari sisi fiskal perekonomian Indonesia memiliki tingkat kesehatan yang
cukup baik.
c) Bank Indonesia agar terus meningkatkan pengawasan terhadap sektor perbankan kita
yang kinerjanya cukup baik agar sektor perbankan ini memiliki daya tahan yang tangguh
dalam menghadapi krisis.
d) BUMN dan usaha swasta agar mempercepat penerapan International Financial
Reporting Standards (IFRS) agar laporan keuangan perusahaan merefleksikan secara
benar dan fair kondisi bisnis yang dilakukan sehingga diharapkan dapat mencegah krisis
keuangan yang dipicu oleh usaha swasta sebagaimana terjadi atau dialami pada tahun
2008 di Amerika Serikat.
e) Agar perekonomian domestik mampu bertahan maka kita tetap perlu menjaga tingkat
inflasi dan mengendalikan gejolak nilai tukar. Di sektor riil ketahanan energi dan
ketahanan pangan perlu terus ditingkatkan. Upaya peningkatan ketahanan energi dan
pangan antara lain:
- Peningkatkan ketahanan energi antara lain penggunaan BBG dan LPG
sebagai pengganti BBM bersubsidi untuk sektor transportasi dan
percepatan pembangunan PLTU 10 Ribu MW untuk mengurangi penggunaan BBM
Solar sebagai energi pembangkit.
- Peningkatan ketahanan pangan antara lain melakukan kembali Gerakan
Peningkatan Produksi Beras Nasional (GP2BN) yang cukup sukses pada masa
kerja KIB I.
f) Terus melakukan perbaikan terhadap faktor yang menghambat investasi (debottlenecking)
agar peluang yang sangat besar dari kondisi perekonomian yang cukup
kondusif saat ini mampu meraih aliran modal masuk untuk diinvestasikan di sektor riil
dalam negeri, sehingga ketika krisis berakhir perekonomian kita dapat tumbuh dengan
laju pertumbuhan yang lebih tinggi.